Pada suatu hari bertandanglah si Fulan ke rumah Mullah Nasruddin Hoja. Wajahnya kusut sekali. Yang dikeluhkan olehnya adalah tentang situasi dalam rumahnya yang sangat memusingkan kepala. Coba anda bayangkan, rumah si Fulah hanyalah rumah sempit dengan dua buah bilik kamar. Anaknya sendiri ada empat. Eeeh... baru dua minggu yang lalu datanglah kedua orang mertuanya untuk tinggal juga di rumah itu.
Semula, si Fulan dengan senang hati menerimanya, tetapi seminggu kemudian, datanglah kakak iparnya beserta istri dan 3 orang anaknya ikut tinggal dan akhirnya menetap disana. Jika dihitung maka sekarang penghuni rumahnya ada 13 orang. Wah... betapa kacau balaunya isi rumah itu.
Nasruddin yang bijak hanya terdiam sesaat, lalu ia bertanya pada si Fulan yang kebetulan adalah tetangganya juga. " Hai Fulan... kalau tak salah aku lihat, kau punya sepasang ayam peliharaan?"
Tentu saja si Fulan jadi bingung, maka dia hanya bisa menjawab," Betul Mullah, tapi buat apa kau tanyakan hal itu padaku?"
"Jangan banyak tanya," sergah si Mullah," Kau ingin kondisi rumahmu menjadi tenang bukan? Sekarang juga masukkan saja ayammu ke dalam rumah!"
Si tetangga sebetulnya ingin protes, tetapi karena ia menganggap sang Mullah adalah orang yang bijaksana, maka ia tak berani mengutarakannya. Maka pulanglah ia. Sesampainya di rumah dimasukannya ayamnya ke dalam rumah.
Seminggu kemudian ia datang lagi kerumah sang Mullah, mukanya makin kusut saja. Sebelum ia berkata apapun, sang Mullah bertanya kepadanya, "Hai Fulan. Bagaimana keadaan rumahmu? Apakah sudah menjadi tenang?" Dengan sedikit emosi sang tetangga menjawab," Setelah aku melakukan anjuran Mullah, sekarang rumahkan serasa makin kacau saja!"
" Wah... kalau begitu kau harus memasukkan itik-itikmu kedalam rumah! Aku tahu kau punya lima ekor itik. Masukkan mereka semua!" Perintah sang Mullah. Si tetangga hanya terbengong-bengong, tapi ia tetap pulang dan menuruti anjuran sang Mullah.
Dan tak terasa seminggu telah berlalu, si Fulan-pun datang lagi berkunjung ke rumah Nasruddin Hoja dengan muka yang sangat kusut. "Hai Mullah!" Katanya, " Aku telah menuruti semua anjuranmu itu. tapi yang ku dapat sekarang, rumahku makin berisik. Anak-anak berlarian kesana kemari, ayam-ayam berkotek dan berkokok tak habis-habisnya, belum lagi itik-itik meleter tak henti-hentinya. Aduh! Kepala ini rasanya mau pecah!"
"Oh... begitu yaa....coba saja kau masukan sekalian kuda piaraanmu kedalam rumah, siapa tahu akan menjadi tenang," kata Nasruddin tenang.
"Wah Mullah! Jangan bercanda! Dengan ditambah kuda, aku tak bisa membayangkan seperti apa nantinya rumahku ini!" Protes si Fulan sambil menangis.
"Sudahlah... turuti dulu apa kataku. Nanti tiga hari lagi datanglah kemari. Laporkan lagi apa yang telah terjadi," bujuk sang Mullah.
Akhirnya si tetangga pulang dan memasukkan kudanya kedalam rumah.
Dan tiga hari kemudian, si Fulan datang lagi kerumah sang Mullah dengan wajah cemberut. Langsunglah muncul protes keras dari mulutnya," Hai Mullah! Kenapa kau siksa aku dengan semua anjuran gilamu itu! Aku sekarang hampir gila rasanya, dengan adanya kuda, seakan-akan jadi kapal pecah rumahku!"
" Oh kamu sudah tak tahan lagi ya?" Tanya sang Mullah.
"Iya!" Jawab sang tetangga dengan muka masam.
" Baiklah, sekarang keluarkanlah kudamu dari rumahmu, laporkan hasilnya pada tiga hari lagi," kata sang Mullah. Tiga hari berlalu, sang tetangga datang ke rumah Nasruddin," Sekarang rasanya rumahku sudah agak tenang Mullah," katanya. " tapi masih belum sepenuhnya, karena itik dan ayam sering membuat kekacauan dalam rumah."
Oh...baiklah kalau begitu," kata sang Mullah," Nanti sesampainya dirumah, keluarkanlah itik-itikmu dari rumah, yaa...Seminggu lagi datanglah kemari."
Maka si tetangga menuruti anjuran sang Mullah. Seminggu kemudian ia datang ke rumah sang Mullah. Wajahnya sudah agak segar. "Mullah, ku turuti anjuranmu, dan sekarang rumahku agak tenang."
"Hmm... jika masih belum tenang... maka keluarkan ayam-ayam itu dari rumahmu...nanti seminggu lagi laporkan perasaanmu padaku." Kata sang Mullah.
Maka sang tetangga pulang ke rumah dan mengeluarkan sepasang ayamnya.
Berselang seminggu kemudian, ia kembali ke rumah sang Mullah. Mukanya terhiasi oleh senyum lebar, katanya," Mullah, sekarang rumahku serasa jadi sorga. Terasa sangat tenang..."
Sang Mullah hanya tersenyum lebar.
thank to mustpungky for the article
Nasruddin yang bijak hanya terdiam sesaat, lalu ia bertanya pada si Fulan yang kebetulan adalah tetangganya juga. " Hai Fulan... kalau tak salah aku lihat, kau punya sepasang ayam peliharaan?"
Tentu saja si Fulan jadi bingung, maka dia hanya bisa menjawab," Betul Mullah, tapi buat apa kau tanyakan hal itu padaku?"
"Jangan banyak tanya," sergah si Mullah," Kau ingin kondisi rumahmu menjadi tenang bukan? Sekarang juga masukkan saja ayammu ke dalam rumah!"
Si tetangga sebetulnya ingin protes, tetapi karena ia menganggap sang Mullah adalah orang yang bijaksana, maka ia tak berani mengutarakannya. Maka pulanglah ia. Sesampainya di rumah dimasukannya ayamnya ke dalam rumah.
Seminggu kemudian ia datang lagi kerumah sang Mullah, mukanya makin kusut saja. Sebelum ia berkata apapun, sang Mullah bertanya kepadanya, "Hai Fulan. Bagaimana keadaan rumahmu? Apakah sudah menjadi tenang?" Dengan sedikit emosi sang tetangga menjawab," Setelah aku melakukan anjuran Mullah, sekarang rumahkan serasa makin kacau saja!"
" Wah... kalau begitu kau harus memasukkan itik-itikmu kedalam rumah! Aku tahu kau punya lima ekor itik. Masukkan mereka semua!" Perintah sang Mullah. Si tetangga hanya terbengong-bengong, tapi ia tetap pulang dan menuruti anjuran sang Mullah.
Dan tak terasa seminggu telah berlalu, si Fulan-pun datang lagi berkunjung ke rumah Nasruddin Hoja dengan muka yang sangat kusut. "Hai Mullah!" Katanya, " Aku telah menuruti semua anjuranmu itu. tapi yang ku dapat sekarang, rumahku makin berisik. Anak-anak berlarian kesana kemari, ayam-ayam berkotek dan berkokok tak habis-habisnya, belum lagi itik-itik meleter tak henti-hentinya. Aduh! Kepala ini rasanya mau pecah!"
"Oh... begitu yaa....coba saja kau masukan sekalian kuda piaraanmu kedalam rumah, siapa tahu akan menjadi tenang," kata Nasruddin tenang.
"Wah Mullah! Jangan bercanda! Dengan ditambah kuda, aku tak bisa membayangkan seperti apa nantinya rumahku ini!" Protes si Fulan sambil menangis.
"Sudahlah... turuti dulu apa kataku. Nanti tiga hari lagi datanglah kemari. Laporkan lagi apa yang telah terjadi," bujuk sang Mullah.
Akhirnya si tetangga pulang dan memasukkan kudanya kedalam rumah.
Dan tiga hari kemudian, si Fulan datang lagi kerumah sang Mullah dengan wajah cemberut. Langsunglah muncul protes keras dari mulutnya," Hai Mullah! Kenapa kau siksa aku dengan semua anjuran gilamu itu! Aku sekarang hampir gila rasanya, dengan adanya kuda, seakan-akan jadi kapal pecah rumahku!"
" Oh kamu sudah tak tahan lagi ya?" Tanya sang Mullah.
"Iya!" Jawab sang tetangga dengan muka masam.
" Baiklah, sekarang keluarkanlah kudamu dari rumahmu, laporkan hasilnya pada tiga hari lagi," kata sang Mullah. Tiga hari berlalu, sang tetangga datang ke rumah Nasruddin," Sekarang rasanya rumahku sudah agak tenang Mullah," katanya. " tapi masih belum sepenuhnya, karena itik dan ayam sering membuat kekacauan dalam rumah."
Oh...baiklah kalau begitu," kata sang Mullah," Nanti sesampainya dirumah, keluarkanlah itik-itikmu dari rumah, yaa...Seminggu lagi datanglah kemari."
Maka si tetangga menuruti anjuran sang Mullah. Seminggu kemudian ia datang ke rumah sang Mullah. Wajahnya sudah agak segar. "Mullah, ku turuti anjuranmu, dan sekarang rumahku agak tenang."
"Hmm... jika masih belum tenang... maka keluarkan ayam-ayam itu dari rumahmu...nanti seminggu lagi laporkan perasaanmu padaku." Kata sang Mullah.
Maka sang tetangga pulang ke rumah dan mengeluarkan sepasang ayamnya.
Berselang seminggu kemudian, ia kembali ke rumah sang Mullah. Mukanya terhiasi oleh senyum lebar, katanya," Mullah, sekarang rumahku serasa jadi sorga. Terasa sangat tenang..."
Sang Mullah hanya tersenyum lebar.
Cerita diatas mengandung makna yang dalam, bukan hanya sekedar mengisahkan tentang "kegilaan" pola fikir Nasruddin Hoja, tetapi mengedepankan tentang suatu yang sangat akrab dalam hidup kita, yaitu stress. Jika kita terbiasa hidup tenang seperti biasa sehari hari, tiba-tiba munculah beban yang menambah tanggung jawab kita. Maka yang terjadi adalah rasa ketentraman kita terusik oleh beban itu. Selama kita menganggap itu sebagai beban, yang dalam cerita diatas dilambangkan sebagai mertua dan iparnya, maka hal itulah yang menjadikan kita stress. padahal beban itu merupakan suatu kewajiban yang tak dapat kita tolak. Kita tak boleh membuang beban itu, karena sudah menjadi tanggung jawab.
Jika sudah terjadi seperti itu maka kita akan dipacu untuk menambah tanggung jawab kita dengan beban yang lain, sehingga beban semula (mertua dan ipar) bukanlah menjadi beban tetapi menjadi bagian dari hidup kita. Maka dengan memasukkan beban sementara, yang dalam cerita tadi dilambangkan sebagai ayam, itik dan kuda, kita jadi makin tinggi kadar stressnya. Tetapi setelah beban sementara itu perlahan-lahan kita selesaikan setahap demi setahap tak terasa beban itu akan menjadi semakin hilang. Dan beban yang sudah menjadi tanggung jawab kita akhirnya sudah tak terasa lagi menjadi beban, karena kita sudah biasa dengan level stress yang lebih tinggi. Dalam arti stress kadar rendah akan tak terasa bila kita sudah pernah melalui stress yang berkadar tinggi.thank to mustpungky for the article
0 comments:
Posting Komentar