Tadi pagi dalam perjalanan ke kampus, saya melewati sebuah taman pemakaman umum di selatan Jakarta, dan di pertigaan jalan, mobil saya dihentikan oleh rombongan yang mengusung sebuah jenazah untuk di makamkan di TPU Jeruk Purut ini, persis di hadapan saya raga tanpa jiwa ini berjalan pelan, rasanya seperti dihadirkan oleh ALLAH sebuah slow-motion film akhir dari segalanya, dan saya membayangkan jika raga yang diusung didalam keranda bertutup kain hijau bermerk “innalillahi wa inna illahi rajiun” itu adalah saya ah rasanya saya masih belum siap berada disana belum siap ….
Sungguh kematian adalah guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang … dan satu hal yang pasti adalah NAPAS INI AKAN BERHENTI, hanya soal waktu … iyah, hanya masalah waktu dan masalah dimana kita akan dijemput.
Lalu masih belum tertamparkah kita ketika kematian ternyata begitu dekat
Bicara soal kematian maka teringat oleh saya adalah bicara soal waktu, berapa lama lagikah jatah saya untuk ngontrak dan numpang hidup sementara di bumi ALLAH ini, iya seberapa lama lagi kah? saya teringat ucapan guru mengaji saya “De, jangan jatah waktu terhamburkan sia-sia, jangan sampai ketika ajal menjemput Ade mengatakan, “Ya ALLAH, mundurkan ajal saya sedetik saja. Akan saya gunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan.” dan permohonan tinggallah permohonan karena kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan lagi” ah …
Sungguh kematian mengingatkan saya bahwa saya bukan siapa siapa dan bahwa saya tidak memiliki apa apa. Peran yang saat ini saya mainkan akan saya tinggalkan, harta yang selama ini saya kejar kejar sampe lupa shalat akan saya tinggalkan, dan pakaian indah yang sehari hari melekat akan saya gantikan dengan kain kafan yang paling murah harganya…
Iya, ternyata, semua hanya peran. Dan pemilik sebenarnya hanya ALLAH. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada ALLAH. Lalu, dengan keadaan seperti itu, masihkah saya berani menyangkal, kenyataan bahwa saya memang bukan apa-apa. Dan, bukan siapa-siapa ketika kematian datang. Saya hanya hamba ALLAH. Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah saya mainkan … dan nama sayapun akan terkubur bersama raga, bumi akan melupakan kita semua pada titik ini bukan? :)
Ah masih pantaskah kita sombong dengan semua yang kita miliki, masih kah kita lupa untuk shalat ketika meeting, masih sanggupkah kita duduk manis sambil bercengkerama dengan para sahabat di kafe sementara adzan memanggil manggil, masih punya hati nuranikah kita ketika melihat anak anak basah kuyup meraup makanan sisa dari bak sampah milik si kaya, masih kah kita tega memulangkan si fakir ketika tak memiliki uang untuk berobat … dan masih mau dibilang punya perasaan ketika tanpa rasa berdosa kita menyakiti hati orang lain, merendahkan sahabat kita dan ah sudahlah
ah sungguh keranda didepan saya telah mengajarkan saya bagaimana saya harus menjalani kehidupan… setiap detik adalah potongan umur kita, jadi sudah lah stop menjadi sombong dengan tidak mau shalat, dengan melalaikan sedekah, dengan tetap tidur pulas dimalam hari, padahal belum shalat isya dengan masuk selimut saat adzan subuh, ingatlah kita masih diberi waktu loh, esok? belum tentu :)
*koq saya jadi emosi gini sih bicaranya mungkin kebawa pikiran jika didalam keranda itu adalah saya *
thanks 2 Rinduku
0 comments:
Posting Komentar